Saturday, May 7, 2016

HADIS: PEMIMPIN QURAISH


HADIS: PEMIMPIN QURAISH

Nabi pernah bersabda:

لا يزال هذا الأمر في قريش ما بقي منهم اثنان.

Hadis ini secara zahir berbicara tentang masalah kepemimpinan yang sudah selayaknya dipegang oleh orang-orang dari bangsa Quraish.

Hadis-hadis Quraish kalau boleh kita sebut, merupakan hadis utama dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim ketika mengangkat pembahasan mengenai politik dan kepemimpinan. Hadis tersebut mengandaikan bahwa tidak ada yang layak memegang tampuk kepemimpinan politik kecuali orang Quraish.

Isu hadis kepimpinan ini dijelaskan lagi sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaki bahwa antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar memiliki tugas masing-masing dalam hal pemerintahan. Orang Muhajirin Quraish berperanan sebagai amir (pemimpin), sedangkan orang Ansar Quraish berperanan sebagai wazir (menteri).

Namun, sebelum kita beramal (menerima pemahaman) dgn hadis tersebut, ada baiknya kita tinjau terlebih dahulu konteks sejarah yang melahirkan sabda ini. Apakah hadis ini sesuai utk semua kaum/bangsa?

Pertama yang harus dipertimbangkan adalah faktor geo-politik. Hadis ini tentu tidak boleh digeneralisekan untuk seluruh pemerintahan yang ada di negara-negara Islam atau yang majoriti penduduknya beragama Islam. Kerana memang tidak mungkin misalnya orang Malaysia mengangkat orang Quraish untuk memimpin negara. Tentu penyebabnya adalah ketidaktahuan mereka, meskipun Quraish, terhadap condition dan situasi yang ada di Malaysia. Bagaimana kondisi alam, politik, ekonomi dan budaya. Pengetahuan-pengetahuan tersebut mesti difahami oleh seorang pemimpin sehingga kebijakan-kebijakannya sesuai dengan unsur-unsur potential negara.

Berbeza dengan kondisi di Arab pada saat itu. Tak diragukan lagi, bangsa Quraish merupakan salah satu generasi yang dihormati di kalangan suku-suku Arab. Sebagai salah satu suku tertua dalam garis keturunan Arab, tentu orang Quraish memahami kondisi dan situasi di lingkungannya dengan baik. Berbekal ini pula mereka tentu memiliki kekuatan politik yang besar dibandingkan dengan suku-suku lainnya.

Dengan jumlah anggota majoriti dan pertalian keturunan tentu mendorong Nabi saw untuk mengharuskan kepemimpinan diserahkan kepada bangsa Quraish. Kerana politik, sekali lagi, akan kuat ketika disokong oleh kekuatan-kekuatan lainnya. Oleh kerana itulah, pemahaman hadis di atas terbatas pada kondisi dan situasi.

Hasil dari pemahaman inilah kemudiannya membawa hadis ini kepada wilayah pemaknaan yang lebih simbolik.

Kedua adalah faktor kefahaman yg normal berlaku ketika zaman itu.
Hadis ini disabdakan Nabi Muhammad Saw sebelum lagi benar-benar muncul fenomena keretakan politik dikalangan umat Islam. Pada zaman Nabi saw hadis ini tidak begitu popular kerana memang posisi Nabi Muhammad Saw. sebagai pemimpin sudah sangat disegani, ideal dan sesuai dengan keinginan mereka.

Hadis ini semakin kuat pengaruhnya ketika ada pertentangan antara kelompok Ali dari puak Quraish dan kelompok Mu’awiyah dari puak Qathan.

Unsur fahaman seperti inilah yang kemudian membawa 'saling menegak' kefahaman dalam memahami hadis-hadis politik.

Setelah difahami asal kedudukkan hadis tadi serta nilai yg boleh diambil(hikmah), pertanyaan selanjutnya bagaimana cara kita menyesuaikan hadis tadi dengan situasi dizaman kita?

Sebenarnya bagi seseorang yg berkecimpung dan arif dlm bidang politik sudah pasti dapat meramalkan kesan-kesan yg akan berlaku hasil dari situasi politik semasa tanahair. Contohnya, mungkin BN akan jatuh dan diganti oleh PAS dan sebagainya.

Ramal-meramal, merupakan suatu strategi dlm politik yang tidak hanya ditujukan untuk mencari kesejahteraan di hari ini, tapi lebih jauh lagi, ia merancang dan merekayasa demi keperluan masa depan. Meramal adalah menulis sejarah masa depan, mengkonstruksinya sedemikian rupa dalam kosmologi kita sebagai sebuah bangsa tentang masa depan yang meliputi berbagai sektor termasuk politik.

Seterusnya, meramal dengan ilmu(merancang) merupakan simbol keluasan pengetahuan dan wawasan seorang pemimpin. Kemampuan meramal seseorang ditentukan oleh kemampuan membaca alam sekitar, tanda-tanda, dan fenomena-fenomena. Menghubungkan tanda dan fenomena tersebut dalam rangkaian analisis untuk memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sebab itulah, seorang pemimpin itu harus memiliki pengetahuan yang luas dalam hal apapun, gunanya adalah untuk meramal. Untuk memperkirakan kejadian di masa depan sehingga dia boleh membuat kebijakan yang tepat dan strategi.

Oleh karena itu, syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah pengetahuan yang luas tentang masyarakat dan kawasan yang dipimpin. Pengetahuan seperti ini tentu ada jika seorang pemimpin dekat dan bersatu dengan masyarakat. Dia bernafas, berjalan, makan dan melakukan aktiviti lainnya bersama masyarakat. Imam al-Ghazali pernah berkata, mencantumkan dekatnya pemimpin dengan masyarakat itu sebagai salah satu dasar pokok untuk melahirkan keadilan.

Kedekatan ini juga akan membawa seorang pemimpin, dengan kemampuan ilmunya, menimbang-nimbang dan meramal akan sesuatu yang bakal terjadi di masa depan seperti pertumbuhan sektor ekonomi misalnya. Atau pendidikan yang menjadi kunci peradaban. Semuanya akan diatasi dan diberikan solusi berupa rancangan agenda jangka panjang.

Membaca hadis-hadis kepemimpinan seperti hadis quraish diatas perlu kepada penyesuaian yg lebih praktikal kerana ianya merupakan simbol yang memuat berbagai macam kandungan makna berkaitan kepemimpinan.


admin.

No comments:

Post a Comment