Monday, May 2, 2016

HADIS DAN JUMHUR MASYARAKAT

HADIS DAN JUMHUR MASYARAKAT.

Jumhur masyarakat mengetahui bahwa hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Hukum-hukum yang tidak ditemukan jawapannya di dalam al-Qur’an, dapat dirujuk di dalam hadis Nabi saw untuk menemukan jawapannya.

Hadis bererti apa yg terkait dengan Nabi saw, baik ucapan, perilaku, khabar dan sebagainya.

Hadis memiliki persyaratan yang agak ketat dan ahli-ahli hadis terbilang sangat selektif memilih khabar yang akan disampaikannya. Sebuah informasi dikatakan valid bila disampaikan oleh  informan yang kredibel dan dipercaya (tsiqah dan ‘adalah). Metode penerimaan informasi ini diistilahkan naqd al-sanad (kritik jalur periwayatan).

Setiap perawi (informan) yang terdapat dalam sanad (silsilah periwayatan) dikaji satu per satu sampai mantap di dalam hati bahwa informasi tersebut memanglah benar. Antara kriterianya, kritik hadis biasanya menelusuri biografi informan, guru dan muridnya, kemudian bagaimana pandangan  tokoh mengenai informan tersebut, apakah positif atau negatif. Bila kesimpulannya positif, maka hadis itu dapat dikatakan shahih dan informasi yang disampaikannya betul-betul berasal dari Nabi SAW. Jika sebaliknya, hasilnya negatif, berati informasi yang diberitakannya dhaif (lemah).

Al-Suyuthi dalam buku ilmu hadisnya, Tadrib al-Rawi,  mengatakan yang dimaksud dengan istilah hadis shahih di sini ialah shahih al-isnad. Kebenarannya baru pada tahap kevalidan sanad. Belum tentu hadis yang disampaikan oleh informan yang kredibel, isi hadisnya (matan hadis) terus dapat diterima. Kebiasaannya sebuah berita, meskipun berita disampaikan oleh orang yang paling kita percaya, tetapi belum tentu kita mengakui kebenaran isi atau substansi berita yang disampaikannya. Sebab boleh terjadi, kandungan beritanya bertentangan dengan akal sehat, fakta sejarah dan faktor lainnya.

Untuk itu ulama hadis mengembangkan metode kritik isi hadis (naqd al-matan al-hadits) bertujuan memperkemaskan dan menguji kebenaran informasi yang disampaikan perawi. Di antara parameter yang digunakan dalam kritik matan ialah kesesuain hadis dengan al-Qur’an, fakta sejarah dan ilmiah, akal sehat, serta  kaedah kebahasaan.

Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW, dianggap sebagai tokoh pertama yang melakukan kritik matan hadis. Badruddin al-Zarkasyi mendokumentasikan dengan sangat baik kritikan Aisyah terhadap sahabat-sahabat lain terkait hadis yang disampaikannya. Kritikan ini dimuat dalam karyanya, al-Ijabah li-Iradad ma istidarakathu ‘Aisyah ‘Ala al-Shahabah.

Salah satu hadis yang dikritisi Aisyah ialah hadis tentang meratapi mayat. Menurut keterangan Umar ibn Khatab, "sesungguhnya mayat akan disiksa kerana tangisan keluarga atasnya" (HR. Al-Bukhari).

Riwayat ini ditentang oleh Aisyah, menurutnya hal ini bertentangan dengan al-Qur’an. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain (QS: al-Najm, ayat 38). Aisyah menambahkan, “Saya tidak menuduh Umar sebagai pendusta, tetapi boleh jadi beliau keliru atau salah paham terhadap apa yang disampaikan Nabi SAW.”

Adalah sebuah kewajaran bila ada kesalahpahaman dalam penerimaan informasi, sekalipun disampaikan oleh orang yang terpercaya. Perihal seperti ini juga terjadi dalam hadis Nabi. Oleh sebab itu, hadis yang dinilai shahih belum tentu boleh langsung diamalkan. Matan atau isi hadis perlu diuji dulu dengan metode kritik matan.

Pertanyaan berikutnya, apakah mesti jika hadis shahih, baik secara sanad dan matan langsung diamalkan begitu saja? Tidak,  sebab masih ada proses selanjutnya, yaitu bagaimana cara memahaminya (thuruq fahm al-hadits).

Langkah pertama untuk memahami hadis ialah menapis hadis apakah termasuk wilayah tasyri’ atau non-tasyri’. Hanya hadis-hadis tasyri’iyah yang memiliki potensi hukum, sedangkan non-tasyri’ tidak mengandung potensi hukum. Dalam bahasa lain, ketika membaca hadis juga harus ditapis mana yang agama dan mana yang budaya. Sebab bagaimanapun, hadis juga tidak terlepas dari pengaruh budaya dan struktrur masyarakat Arab pada waktu itu.

Agar lebih spesifik, al-Qarafi  memetakan posisi Nabi dalam tiga posisi; nabi sebagai pemimpin, hakim, dan sebagai pembawa syari’at. Penapisan posisi Nabi saw ini sangat penting diperhatikan ketika membaca hadis. Putusan-putusan politik Nabi, belum tentu relevan dengan kondisi saat ini.

Seperti keputusan Nabi tentang ihya al-mawat (menghidupkan lahan mati), “Barang  orang yang menghidupkan lahan mati (ihya al-mawat), berati tanah itu menjadi hak miliknya (HR: Ahmad, al-Tirmirdzi, dan lain-lain). Hadis ini tentu sangat politik, ketika memutuskan ini Nabi saw diposisikan sebagai ketua negara. Dengan demikian, hadis shahih ini tidak serta merta diterapkan untuk konteks saat ini. Kerana ada perbezaan antara aturan pemerintah saat ini dengan masa Nabi saw dulu.

Begitu pula dengan hadis pengubatan, seperti bekam dan berubat dengan tanaman-tanaman yang ada di Arab. Hadis-hadis shahih tentang ini, belum tentu dapat diamalkan di Malaysia. Terlebih lagi, ia tidak memiliki potensi hukum (tasyri’iyah). Ibn Qayyim mengatakan, efectiveness pengubatan sangat terkait dengan keadaan orang yang sakit. Belum tentu ubat-ubat yang yang berasal dari tanaman Arab sesuai untuk orang-orang Malaysia. Apalagi masing-masing budaya dan tradisi mempunyai karakter pengubatan masing-masing.

Jadi, ada banyak tahapan yang harus dilakukan untuk mengatakan hadis ini layak untuk diamalkan. Tidak cukup hanya dengan membaca kesimpulan hadis ini shahih, lantas terburu-buru mengamalkannya tanpa memahaminya terlebih dahulu.

Cara pelaksanaan mengikut kehendak hadis itulah yang dikatakan Sunnah.

Dlm sunnah itu ada hikmah (rahsia). Hikmah itu untuk kebaikan umat.

Demikian juga didlm ayat Quran ada hikmah. Hikmah itu ialah kefahaman atau iktibar di sebalik lafaz ayat. Dari kefahaman itulah dilaksanakan oleh Nabi saw bagi menggambarkan hikmah dlm ayat. Hikmah ayat ini tidak berubah selama-lamanya. Jika hikmah berubah bererti ayat Quran berubah. Jika diubah hikmah, itu merupakan penyelewengan. Hikmah hilang apabila berlaku penterjemahan yg salah dan seterusnya ditafsirkan secara salah oleh mereka yg tidak tahu hikmah.

admin .

No comments:

Post a Comment