Sunday, April 17, 2016

WACANA2 YG MENGGELISAHKAN UMAT (bhg2)

WACANA2 YG MENGGELISAHKAN UMAT (bhg2)
Perbincangan tentang memakai tudung bagi wanita seringkali berputar-putar pada pertanyaan: Apakah ia sebuah culture Arab ataukah ajaran agama; Apakah ia sebuah simbol kesalehan dan ketaatan seseorang terhadap agama ataukah simbol identiti seseorang?
Ada juga yg mengatakan tudung itu sekadar fesyen yg memberi ruang sebagai pilihan kpd kaum wanita.

Pada titik ini, pemakaian tudung menjadi arena yg conflict - sebuah permainan makna dan tafsir. Hubungan-saling tarik menarik antara kalangan agamawan org biasa dan feminis moden; antaranya atas nama kepentingan global, aurat, kesucian, dan ketaqwaan iaitu atas nama kebebasan perempuan (ruang gerak) dll.

Berdasarkan kajian salaf Nabi saw tidak memperkenalkan tudung dizaman beliau. Bertudung itu merupakan fenomena asing bagi masyarakat Arab dan tidak diketahui pada masa Nabi saw.

Asal-usul tudung dibahas oleh banyak orang pada tahun 1970-an dan 1980-an. Memakai tudung telah umum diakui keberadaannya di wilayah Mesopotamia/Mediteranian.

Terdapat juga bukti2 kukuh yg menunjukkan bahwa beberapa kota penting di zaman Romawi dan Yunani sudah menggunakan kostum yang menutupi seluruh anggota badan, kecuali mata.

Sebenarnya tudung atau hijab dizaman Nabi saw lebih sering di associate kan dengan gaya hidup kelas atas di kalangan masyarakat. Begitu juga di Syria yg merupakan tradisi pra-Islam dan menjadi adat di kalangan orang-orang Yahudi, Kristian dan Sasania.

Kewajiban berhijab atau bertudung biasanya didasarkan pada Al-Quran surah al-Nur [24]: 31 dan al-Ahzab [33]: 59). Kedua2 ayat itu 'melegitimasi' akan kesuciannya para pemakai tudung.

Sayangnya, jarang sekali diungkap konteks sosial dibalik turunnya ayat-ayat tersebut.

Bagi para mufasir, kedua ayat itu turun setelah peristiwa fitnah keji terhadap Aisyah. Fitnah keji itu berakhir setelah turun ayat Quran surah al-Nur: 31, khusus untuk membersihkan nama Aisyah.

Sejak peristiwa itu turun ayat lain yang cenderung membatasi ruang gerak keluarga Nabi saw khususnya dalam Quran surah al-Nur dan al-Ahzab di mana ayat-ayat hijab itu ditemukan. Dilihat dari konteks ayat-ayat hijab dan kecenderungan pembatasan perempuan, khususnya kepada keluarga Nabi saw, seolah2 merupakan refleksi dari suatu situasi khusus yang terjadi di Madinah ketika itu.

Ada riwayat lain yang mengukuhkan lagi fahaman bahwa suasana masyarakat Madinah ketika itu tak tenteram, dalam situasi perang berpanjangan. Apalagi, umat Islam saat itu baru saja mengalami kekalahan dalam perang Uhud, yang menambahkan populasi janda serta anak yatim.

Janda dan anak yatim perempuan pada ketika itu sering kali menjadi objek senda gurau seksual dari laki-laki nakal. Hanya kaum perempuan bangsawanlah yang terhindar dari senda gurau itu karena mereka mengunakan hijab. Maka, seruan untuk berhijab atau bertudung pada saat itu adalah salah satu strategi budaya atau tindakan preventif atas terjadinya suasana merendah2kan harga diri terhadap perempuan.

Dalam konteks sekarang, tudung juga menjadi simbol identiti, status dan kelas. Kalau pakai tudung fareeda atau ariani maka status nya dikatakan tinggi.

Di Yaman, tudung/hijab itu merupakan simbol status yang membezakan dlm masyarakat. Bagi perempuan bangsawan memakai syarsyaf, jenis tudung yang dibuat dari sutera. Sementara perempuan dari status ekonomi yang lebih rendah cenderung memakai sitara.Tudung/hijab telah menjadi pakaian yg meningkat kan ekspresi diri bagi kaum wanita.

Di negara2 barat contohnya di France, pemakaian tudung/hijab merupakan sebagai tindakan yang dirancang untuk membebaskan masyarakat Islam dari ditindas oleh pemerintah disamping melahirkan simbol pegangan masyarakat Islam dinegara tersebut.

Para pendatang Islam ke Perancis mendominasi wilayah Aljazair dan memegang posisi-posisi penting dlm masyarakat. Jadi, bagi mengelakkan masyarakat pendatang Islam itu 'di peranciskan' oleh pemerintah maka hijab/tudung merupakan pemakaian atau objek penting kpd organisasi selain dari mempertahankan harga diri wanita2 muslim disana.

Di negara kita, hijab/tudung tidak hanya dipakai oleh orang tua, tapi juga para remaja, pekerja dipejabat, org awam maupun pemerintah, para artis, bahkan para pelacur sekalipun.

Dengan demikian, tidaklah layak jika kita mengandaikan bahwa perempuan bertudung itu berarti suci, sopan, dan soleh. Begitu pula sebalikya, perempuan tidak bertudung dikatakan sebagai perempuan kotor, kurang sopan, dan tidak taat beragama.

Pendek kata, tudung/hijab secara historis mempunyai banyak makna. Tudung tidak lebih dari sekadar hanya citarasa berbusana religious. Kadang2 ianya juga sekadar hanya fenomena dlm sesebuah komuniti sebagai perbezaan gender.
Kita dianjurkan untuk memahami agama dengan benar. Kita diperintahkan agar jangan mengikuti seseorang tanpa kita mengetahui secara pasti capability dan integriti keilmuannya.

Seorang muslim sejati bukanlah diukur dari pakaian yang dikenakannya atau dgn ppioh atau janggut. Islam tak berurusan dengan pakaian, Islam tidak berurusan dengan janggut, dengan ppioh atau serban atau dengan aksesori-aksesori kesolehan lain2 agar para pemakainya dihormati atau disegani.

Kebodohan dan kekeliruan sering bersembunyi di balik busana.

Kesolehan dan kepintaran tak ada sangkut-pautnya dengan pakaian.

Praktik beragama dan pemahaman keagamaan yang lateral atau harfiah merupakan perkara yg tidak sihat dlm masyarakat.
admin

No comments:

Post a Comment