Thursday, April 14, 2016

MEMBENTENGI ISLAM

MEMBENTENGI ISLAM.

Islam dan benteng merupakan dua entiti yg berbeza. Jika Islam merupakan sekumpulan ajaran yang dinamis, benteng adalah sekatan yang mati. Islam adalah deretan konsep terbuka, sementara benteng adalah ruang yang kedap. Sekiranya Islam adalah sesuatu yang hidup, benteng adalah benda yang mati.

Islam merupakan ajaran yang senantiasa dalam proses penyempurnaan. Itu sebabnya pembaharuan terhadap Islam tak berhenti bersamaan dengan wafatnya Nabi Muhammad saw.

Walaupun dua entiti ini jelas berbeza namun masih ada segolongan manusia yg masih cenderung untuk membiarkan Islam seolah2 benteng tertutup.

Islam dimanifestasikan sebagai bangunan pengap, karena jendela dan lubang2 ventilasi pengudaraan dan sirkulasinya sudah ditiadakan.

Islam dikongkong.Ilmu pengetahuan dari barat, Filosofi, logika dan sebagainya, cenderung diharamkan hanya karena ia lahir dari rahim masyarakat non-Islam.

Mereka tak mau belajar dari orang lain,komuniti lain, agama lain, dan suku bangsa lain. Di tangan orang-orang yang demikian, prototype Islam sebagai agama yang eksklusif dan telah sempurna.

Memperlakukan Islam secara demikian jelas amat tidak wajar. Ia menyalahi kudrat dan takdir Islam sebagai agama yang terbuka.

Antara keterbukaan Islam itu adalah:

1. Nabi Muhammad saw adalah orang yang tak malu atau segan untuk belajar dari orang lain. Alkisah, Nabi pernah bertanya kepada Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah (isteri Nabi), yang beragama Kristian tentang kejadian aneh yg dialaminya ketika beliau berkhalwat di Gua Hira.

Di gua itulah Nabi saw didatangi seorang lelaki  menyampaikan firman Ilahi. Waraqah menjelas kan bahwa yang datang itu adalah Namus yang juga pernah datang membawakan wahyu kepada Musa a.s

Ia lalu mengutip ramalan dari sebuah naskah kuno tentang akan datangnya seorang Nabi dari Semenanjung Arab dan dia melihat tanda-tanda kenabian itu ada dalam diri Muhammad saw. Waraqah lalu mencium dahi Muhammad saw. Dari sini boleh dikatakan bahwa Nabi saw pun bertanya pada orang lain berkaitan sesuatu hal yang tidak diketahuinya.

2. Baitul al-Hikmah, lembaga keilmuan yang didirikan oleh Khalifah VII Bani Abbasiyah, al-Makmun ibn Harun al-Rasyid (813-833 M) pernah dipimpin sarjana Kristian, Hunayn bin Ishaq. Di lembaga inilah, selama satu abad, berlangsung penterjemahan besar-besaran terhadap buku2 berbahasa Yunani, Latin, Sanskrit, dan lain-lain ke dalam bahasa Arab oleh para penterjemah beragama Kristian, Sabien dan Majusi.

Baitul Hikmah menjadi tidak asing lagi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, mulai dari falsafah, sejarah, astronomi, fizik, matematik, geografi, hingga ilmu kedoktoran. Usuul Fikh Syafi’ie sebenarnya juga banyak mengambil inspirasi dari logika Aristotale.

Fakta sejarah ini menunjukkan kebesaran hati umat Islam saat itu. Mereka tidak mempersoalkan ilmu itu berasal dari mana, kerana ilmu memang tak mengenal kasta dan warna kulit. Ilmu bukan soal Barat atau Timur. Tak ada kategori ilmu halal dan ilmu haram. Tak ada pilih kasih antara ilmu Yunani dan ilmu Baghdad.

Oleh itu maka jelas lah disini bahawa dengan menjadikan Islam itu tak ubah seperti benteng akan mengerdilkan Islam itu sendiri. Islam akan terpinggir dan tertinggal dlm hal pengembangan ilmu pengetahuan.

Bagi memastikan itu semua agar tidak terjadi, sudah semenjak awal Nabi Muhammad saw menegaskan, "carilah ilmu sekalipun ke negeri Cina".

Ilmu itu bukan hanya bersemayam di Hijaz, tetapi di negeri2 yg lebih maju seperti Cina.
Nabi saw juga ada bersabda, "hudzil hikmata walau min ayyi wi’ain kharajat" (Ambillah hikmah kebijaksanaan itu dari mana saja ia berasal).

..wallahuallam..

14 April 2016 (12.22am)

admin.

No comments:

Post a Comment