HADIS: PEMIMPIN QURAISH
Nabi pernah bersabda:
لا يزال هذا الأمر في قريش ما بقي منهم اثنان.
Hadis ini secara zahir berbicara tentang masalah kepemimpinan yang sudah
selayaknya dipegang oleh orang-orang dari bangsa Quraish.
Hadis-hadis Quraish kalau boleh kita sebut, merupakan hadis utama dalam
Sahih Bukhari dan Sahih Muslim ketika mengangkat pembahasan mengenai
politik dan kepemimpinan. Hadis tersebut mengandaikan bahwa tidak ada
yang layak memegang tampuk kepemimpinan politik
kecuali orang Quraish.
Isu hadis kepimpinan ini dijelaskan lagi sebagaimana dalam hadis yang
diriwayatkan oleh al-Baihaki bahwa antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar
memiliki tugas masing-masing dalam hal pemerintahan. Orang Muhajirin
Quraish berperanan sebagai amir (pemimpin), sedangkan
orang Ansar Quraish berperanan sebagai wazir (menteri).
Namun, sebelum kita beramal (menerima pemahaman) dgn hadis tersebut, ada
baiknya kita tinjau terlebih dahulu konteks sejarah yang melahirkan
sabda ini. Apakah hadis ini sesuai utk semua kaum/bangsa?
Pertama yang harus dipertimbangkan adalah faktor geo-politik. Hadis ini
tentu tidak boleh digeneralisekan untuk seluruh pemerintahan yang ada di
negara-negara Islam atau yang majoriti penduduknya beragama Islam.
Kerana memang tidak mungkin misalnya orang Malaysia
mengangkat orang Quraish untuk memimpin negara. Tentu penyebabnya adalah
ketidaktahuan mereka, meskipun Quraish, terhadap condition dan situasi
yang ada di Malaysia. Bagaimana kondisi alam, politik, ekonomi dan
budaya. Pengetahuan-pengetahuan tersebut mesti
difahami oleh seorang pemimpin sehingga kebijakan-kebijakannya sesuai
dengan unsur-unsur potential negara.
Berbeza dengan kondisi di Arab pada saat itu. Tak diragukan lagi, bangsa
Quraish merupakan salah satu generasi yang dihormati di kalangan
suku-suku Arab. Sebagai salah satu suku tertua dalam garis keturunan
Arab, tentu orang Quraish memahami kondisi dan situasi
di lingkungannya dengan baik. Berbekal ini pula mereka tentu memiliki
kekuatan politik yang besar dibandingkan dengan suku-suku lainnya.
Dengan jumlah anggota majoriti dan pertalian keturunan tentu mendorong
Nabi saw untuk mengharuskan kepemimpinan diserahkan kepada bangsa
Quraish. Kerana politik, sekali lagi, akan kuat ketika disokong oleh
kekuatan-kekuatan lainnya. Oleh kerana itulah, pemahaman
hadis di atas terbatas pada kondisi dan situasi.
Hasil dari pemahaman inilah kemudiannya membawa hadis ini kepada wilayah pemaknaan yang lebih simbolik.
Kedua adalah faktor kefahaman yg normal berlaku ketika zaman itu.
Hadis ini disabdakan Nabi Muhammad Saw sebelum lagi benar-benar muncul
fenomena keretakan politik dikalangan umat Islam. Pada zaman Nabi saw
hadis ini tidak begitu popular kerana memang posisi Nabi Muhammad Saw.
sebagai pemimpin sudah sangat disegani, ideal
dan sesuai dengan keinginan mereka.
Hadis ini semakin kuat pengaruhnya ketika ada pertentangan antara
kelompok Ali dari puak Quraish dan kelompok Mu’awiyah dari puak Qathan.
Unsur fahaman seperti inilah yang kemudian membawa 'saling menegak' kefahaman dalam memahami hadis-hadis politik.
Setelah difahami asal kedudukkan hadis tadi serta nilai yg boleh
diambil(hikmah), pertanyaan selanjutnya bagaimana cara kita menyesuaikan
hadis tadi dengan situasi dizaman kita?
Sebenarnya bagi seseorang yg berkecimpung dan arif dlm bidang politik
sudah pasti dapat meramalkan kesan-kesan yg akan berlaku hasil dari
situasi politik semasa tanahair. Contohnya, mungkin BN akan jatuh dan
diganti oleh PAS dan sebagainya.
Ramal-meramal, merupakan suatu strategi dlm politik yang tidak hanya
ditujukan untuk mencari kesejahteraan di hari ini, tapi lebih jauh lagi,
ia merancang dan merekayasa demi keperluan masa depan. Meramal adalah
menulis sejarah masa depan, mengkonstruksinya
sedemikian rupa dalam kosmologi kita sebagai sebuah bangsa tentang masa
depan yang meliputi berbagai sektor termasuk politik.
Seterusnya, meramal dengan ilmu(merancang) merupakan simbol keluasan
pengetahuan dan wawasan seorang pemimpin. Kemampuan meramal seseorang
ditentukan oleh kemampuan membaca alam sekitar, tanda-tanda, dan
fenomena-fenomena. Menghubungkan tanda dan fenomena tersebut
dalam rangkaian analisis untuk memperkirakan apa yang akan terjadi
selanjutnya.
Sebab itulah, seorang pemimpin itu harus memiliki pengetahuan yang luas
dalam hal apapun, gunanya adalah untuk meramal. Untuk memperkirakan
kejadian di masa depan sehingga dia boleh membuat kebijakan yang tepat
dan strategi.
Oleh karena itu, syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pemimpin
adalah pengetahuan yang luas tentang masyarakat dan kawasan yang
dipimpin. Pengetahuan seperti ini tentu ada jika seorang pemimpin dekat
dan bersatu dengan masyarakat. Dia bernafas, berjalan,
makan dan melakukan aktiviti lainnya bersama masyarakat. Imam al-Ghazali
pernah berkata, mencantumkan dekatnya pemimpin dengan masyarakat itu
sebagai salah satu dasar pokok untuk melahirkan keadilan.
Kedekatan ini juga akan membawa seorang pemimpin, dengan kemampuan
ilmunya, menimbang-nimbang dan meramal akan sesuatu yang bakal terjadi
di masa depan seperti pertumbuhan sektor ekonomi misalnya. Atau
pendidikan yang menjadi kunci peradaban. Semuanya akan
diatasi dan diberikan solusi berupa rancangan agenda jangka panjang.
Membaca hadis-hadis kepemimpinan seperti hadis quraish diatas perlu
kepada penyesuaian yg lebih praktikal kerana ianya merupakan simbol yang
memuat berbagai macam kandungan makna berkaitan kepemimpinan.
ihsan
mamn
No comments:
Post a Comment